Senin, 22 Oktober 2018

Do You Still Believe in a Face?

Tears in secret
When the clock's clink
becomes a melody

That girl..
That girl in your room 
She laughs
She has a smile that lights up,
an entire room

Trying her best to not show them
her weaknesses

It's her troubled thoughts
Overwhelmed by things She wishes
She didn't think about

At night when the world fast asleep
She often lay awake
Blaming a cup of coffe She drank this afternoon

That girl..
That girl in your room
She has a perfect smile 
Everyone smiles to her
Cause everyone never know 
what is really going on,
on the inside

That is the problem with being 
the strong one
No one offers
you
a hand

(This my first random thought in english. Iam sorry if there is any mistakes. The pink one is sentences that I found in Instagram. But, I couldnt find the author. Let me tell you ; Even a white rose, it's always has a black shadow! So, make everyone's day a little better in some way cause you never know what truly happen. Thanks for reading!)

Monster itu Selalu Datang

Pagi yang cerah saat Ia membuka tirai di jendela kamar itu. Kemudian cahaya mentari langsung menembus masuk sehingga foto yang berada di meja kecil di ujung sana nampak jelas. Ia memperhatikan foto itu. Tanpa ekspresi melihat dirinya pada foto sedang berada di pangkuan seseorang. Rutinitas setelah Ia terbangun.
Setelah sarapan, Ia nampak bergegas, terburu-buru. Memang selalu terburu-buru. Waktu yang makin sempit dan jarak yang cukup jauh untuk Ia tempuh. Mengapa tidak bersiap lebih awal? Sudah Ia lakukan. Namun, banyak pekerjaan rumah yang harus Ia selesaikan terlebih dahulu.

Beraktivitas seperti biasa. Bertemu teman, bercengkrama, menulis, membaca, dan menyambut panas terik mentari di siang hari. Tertawa bersama sambil menyantap makanan kesukaannya. Ia di tempat berkumpulnya, sebuah tempat dimana Ia diterima dengan tulus. Hanya di sana, Ia dapat menyembunyikan dirinya.....

Detik menjadi menit, menit menjadi jam. Pagi pun berganti malam. Ia bersiap. Ia menguatkan diri. Namun, sekuat apapun Ia bersiap hal itu tidak berguna. Ketakutan itu akan datang. Kekhawatiran itu akan menyerbunya. Ia menarik selimutnya, mencoba memejamkan matanya, tidak berhasil.
"Pikirkan kebahagiaan! Pikirkan! Hari ini Kau makan kue kesukaanmu, kan? Pikirkan itu!", Ia menyuruh dirinya sendiri dengan berbisik. Tidak terjadi apa-apa. Ia semakin takut. Kengerian itu menjalar di sekujur tubuhnya. Kepalanya serasa ingin pecah. Perasaan yang Ia takuti selalu muncul saat Ia akan terlelap.
Sebenarnya apa? Apakah itu hanya khayalannya? Mengapa itu terasa nyata? Bahkan sesuatu yang belum pasti terjadi dan di luar kendalinya, mengapa?

Lalu tiba-tiba, matanya sudah silau terkena terik mentari. Syukurlah, batinnya. Semalam itu menyeramkan. Ia bertekad untuk menceritakan hal ini kepada temannya.
"Aku harus menceritakan hal ini. Aku sudah tidak tahan lagi dengan setiap malam yang membuatku takut dan pening."
Di perjalanan Ia merangkai kata. Sebenarnya, Ia sendiri bingung harus memulainya darimana. Apakah bagian ini diperlukan? Apakah tidak berlebihan? Apakah alurnya sudah betul? Ia mencoba merangkai kata demi kata, mengingat setiap kejadian yang Ia alami, dan sampailah Ia.

Dari jauh sudah nampak temannya sedang menunggunya di bawah pohon apel. Oh ya, buahnya sangat lezat. "Hai, terimakasih sudah menungguku. Err.. tahu tidak? Aku ingin mengatakan sesuatu. Sesuatu yang Aku simpan sejak 5 tahun ini. Ketakutanku, kekhawatiranku, dan semacamnya. Hal ini sangat mengangguku! Sungguh! Aku tidak tahu harus menyampaikan pada siapa. Aku percaya padamu! Sebenarnya Aku..."
"Hai! Syukurlah Kau tiba dengan selamat. Aku menunggumu di sini agar kita bisa berjalan lebih jauh menuju aula pertemuan. Hei, pertemuannya masih setengah jam lagi bukan?" Belum selesai Ia merangkai kalimat di kepalanya, temannya sudah menyapa dari bawah pohon apel itu.
"Iya, benar. Mengapa ingin jalan?", tanyanya. "Hari ini aku sangat kesal. Bahkan aku baru saja menangis, lho. Lihat ini, tisuku basah.", jawab temannya.

"Hei, Kau kenapa? Apa kekasihmu menyakitimu? Atau orang tuamu bertengkar lagi?", katanya. Mendengar jawaban dari temannya itu, secara tidak langsung Ia bertanya dengan nada khawatir.
Kemudian, mereka berjalan membicarakan hal yang dianggap penting baginya. Ya, Ia harus mendengarkan cerita temannya. Temannya harus bahagia jika di sampingnya. Ia harus mendengarkan segala ocehan yang orang lain sampaikan. Memberikan semangat dan mengeluarkan lelucon khas yang Ia miliki. Ia harus membuat nyaman setiap orang yang berada di dekatnya.

Berjalan, melupakan sesuatu yang seharusnya Ia sampaikan. Sesuatu yang penting baginya. Ketakutan yang selalu datang setiap malam. Sesuatu yang merubahnya menjadi seorang periang di depan banyak orang........

Keabsahan Alat Bukti Elektronik dalam Undang-Undang

KEABSAAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008                                                 Oleh: M Bagus Boy Sa...