Penolakan mungkin merupakan momok bagi sebagian orang. Ditolah perguruan tinggi atau perusahaan yang kita impikan misalnya. Namun jika kita lebih berkaca lagi tentang hidup ini, akankah penolakan semenakutkan itu? Atau mungkin kita saja yang berlebihan? Penolakan seperti itu mungkin peringatan bagi kita untuk terus belajar dan memantaskan diri. Penolakan bukanlah tentang saat kita harus berhenti atau terus berlari, melainkan tentang apa yang sebenarnya kita cari.
If something is destined for you, never in million years it will be for somebody else.
Penolakan bukan saat kita harus menyerah, tapi saat semangat kita dipertanyakan. Seperti aku saat itu. Gagal di SBMPTN tidak menyurutkan keinginanku untuk mendaftar di UNS lagi. Aku mengikuti seleksi mandiri. Tanpa tes. Hanya dengan nilai SBMPTN. Awalnya aku percaya diri saja karena dapat memilih empat prodi. Dari pilihan empat prodi itu, bisa juga mendaftar sebagai diploma. Menurutku tidak masalah jika aku lolos dan masuk diploma. Aku yakin bisa.
Tidak sampai di situ saja. Aku tidak menggantungkan semuanya pada UNS. Aku juga mendaftarkan diri di seleksi mandiri kampus Yogyakarta dan Kotaku. Dengan bermodalkan percaya, aku mendaftarkan untuk prodi yang sama. Terserah kan? Aku hanya ingin mengejar apa yang harus kukejar. Aku download soal-soal mandiri tahun lalu dan mulai mengerjakannya. Agak malas memang. Entah, mungkin karena terpengaruh atmosfer yang gila ini.
Persiapan yang ((dirasa)) cukup, aku mantap saja. Berangkat ke Yogyakarta bersama temanku. Sampai di kampus, Aku melihat sangat banyak orang sepertiku. Berjuang. Sempat terhibur juga karena ini. Berpikir bahwa ternyata bukan hanya Aku saja yang belum mendapatkan universitas. Jadi aku tidak perlu merutuk. Wah, sangat mengerikan sekali pikiranku saat itu. Setelah selesai seleksi mandiri di Yogyakarta, dua hari setelah itu aku mengikuti seleksi mandiri di kotaku. Dan hari itu juga, pengumuman seleksi mandiri UNS akan diterbitkan.
"Eh nanti kalo kita ketrima UNS, kostnya bareng ya.", kata temanku yang juga mendaftar SM UNS.
"Iya, santai. Lagi ikutan mandiri di sini, tau-tau ketrima di Solo. Hahahaha kan sombong.", jawabku.
Aku lihat di webiste UNS jika pengumuman itu akan diterbitkan pukul 17:00. Namun, aku diberitahu oleh teman jika pengumuman sudah bisa diakses. Lagi-lagi inilah saatnya. Lagi-lagi jantungku ingin mencuat. Aku buka website dan mengetikkan namaku. Life sucks, fairytale's better. Lagi-lagi penolakan. Solo, kamu tega sekali. Ya Allah, Aku sangat ingin. Lagi? Dan teman-temanku pun sama. Hanya ada satu yang diterima. Itupun dia tolak. Dia tidak mau di Solo karena orang tuanya tidak ingin dia terlalu jauh. Damn. Aku di sini, sangat membutuhkan itu. Dan kamu di sana, melepasnya. That's life, ridiculous. SM UNS bagiku adalah kesempatan terakhir untuk tahun ini. And, it's gone. Semangat datang untukku. Banyak teman-teman menyemangati. Hanya sebagian kecil yang tahu bahwa UNS adalah impianku (yang akan terwujud). Sedih. Aku memberitahukan pada orang tuaku. Mereka bilang bahwa tidak masalah kegagalan datang lagi padaku. Tidak masalah. Mereka tidak menekanku aku harus kuliah ini-itu. Mereka juga bilang bahwa tidak masalah jika rejekiku ada di tahun depan. Namun bukan berarti mereka mendoakanku tidak kuliah tahun ini. Kata Ibu, jangan berkecil hati. Waktuku masih panjang. Kuliah tahun depan? Tidak masalah jika aku tahu apa yang harus aku lakukan.
Tidak ada salahnya menunda satu tahun kuliah. Asalkan kamu tahu apa yang harus kamu lakukan selama satu tahun ke depan.
Aku tidak dapat membendung air mata. Itu keluar begitu saja. Aku bercerita Si A sudah di kampus ini, Si B sudah dapat kos-kosan, dan Si C Si D. Aku bagaimana? Lalu Ibu berkata, "Dek, rejeki udah ada yang ngatur. Itu ada di sini, itu ada di sana silahkan saja. Kamu jangan iri. Mamah papah kan nggak maksa-maksa kamu harus kuliah tahun ini. Masih ada jalan, nak. Tidak apa-apa kamu mendaftar jurusan itu lagi. Mamah juga takut kamu menyesal nanti kalau jurusan yang kamu ambil tidak sesuai."
Ya sudah. Aku terkadang lupa bagaimana rasa penolakan itu. Terkadang rasa sakitnya menusuk. Aku menangis. Aku sedih. Aku berdoa dengan masih menyisakan kekecewaan dan kemarahan. Namun, diderasnya air mata yang jatuh dan amarah yang berkuasa aku tetap mengatakan Tuhan itu baik dan aku sayang Engkau. Allah itu baik, Aku sayang Allah. Aku tahu, Allah paham betul apa yang aku butuhkan dan bukan apa yang aku inginkan. Everything will be fine. -o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar