Oleh : Rischa Indah Saputri/17.0201.0035/4A
Dosen Pengampu : Heniyatun, SH.,Mhum
“ Pembuktian Media Elektronik
(sosial media) dapat Dijadikan Alat Bukti yang Sah”
UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti
elektronik dan syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat
diterima di persidangan. Pasal 6 UU Nomor 11
Tahun 2008 tegas menyebutkan bahwa setiap informasi/dokumen elektronik baru
dianggap sah sebagai alat bukti sepanjang dapat diakes, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu
keadaan. Sedangkan bunyi Pasal
5 ayat (1) UU ITE mengatur bahwa Informasi Eletkronik dan/atau Dokumen
Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE, yang
intinya Informasi dan Dokumen Elektronik harus dapat dijamin keotentikannya,
keutuhannya dan ketersediaannya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan
materiil tersebut dibutuhkan digital forensik. Persyaratan materiil tersebut
dibutuhkan jika alat bukti tersebut dibantah oleh pihak lawan.
·
Apakah
media elektronik (sosial media) dapat dijadikan alat bukti ?
Dari
penjelasan diatas, sudah jelas bahwa media elektronik dapat dijadikan alat
bukti di Pengadilan . Dan Ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) UUITE telah
mengatur dengan jelas kedudukan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik sebagai alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Pertimbangan
hukum hakim menerima bukti Informasi Elektronik adalah untuk memperkuat/
melengkapi alat-alat bukti lainnya. Pengajuan alat bukti Informasi Elektronik
menurutnya tidak perlu melalui saksi ahli, karena alat bukti Informasi
Elektronik itu mudah diketahui keotentikanya sehingga pengajuan bukti Informasi
Elektronik tersebut tidak ditolak oleh hakim.
Menurut 164 HIR Alat Bukti Hukum
acara Perdata , yaitu :
1. Bukti
tulisan
2. Bukti
dengan saksi-saksi
3. Persangkaan-persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpah
Pasal 5 ayat (1) UU ITE dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian. Pertama Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Kedua, hasil cetak dari Informasi Elektronik dan/atau hasil cetak dari Dokumen
Elektronik. Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik tersebut yang akan
menjadi Alat Bukti Elektronik (Digital Evidence). Sedangkan hasil cetak dari
Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik akan menjadi alat bukti surat. Selain
itu bahwa Informasi Elektronik termasuk atau dapat pula digolongkan ke dalam
alat bukti tertulis jika berbentuk tulisan (dicetak/ diprint) dan asli..
Informasi Elektronik mempunyai kekuatan pembuktian seperti alat bukti tulisan
jika dapat ditampilkan ataupun dicetak dan pemilik mengakui kepemilikanya. Hal
tersebut dapat dipahami dengan diundangkanya UU ITE maka Informasi Elektronik
atau Dokumen Elektronik sebenarnya merupakan perluasan alat bukti yang secara limitatif
telah diatur dalam Pasal 164 HIR/ Pasal 284 RBg dan 1866 KUHPerdata.
Informasi
Elektronik dapat dipakai sebagai alat bukti dalam perkara perdata, bila
diajukan di depan persidangan menjadi bukti yang sah, dan memberatkan bagi
pemiliknya, sehingga dapat dikatakan merupakan perluasan alat bukti yang telah
diatur dalam Pasal 164 HIR, namun ada pula yang menganggapnya sebagai bukti permulaan.
Informasi elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam perkara perdata, hal ini
karena dikatagorikan sebagai alat bukti tertulis. Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik
dianggap sah sepanjang informasinya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat menerangkan suatu
keadaan. Oleh karena itu Informasi Elektronik mempunyai kekuatan pembuktian
seperti alat bukti tulisan jika dapat ditampilkan ataupun dicetak dan diakui
oleh pemiliknya (Heniyatun, 20018).
·
Contoh
Kasus dan Cara Melakukan Pembuktian
dengan Menggunakan Media Elektronik
Menurut Jumadi (Hakim Pengadilan Agama
Magelang), cara penggunaan Informasi Elektronik sebagai alat bukti yaitu: alat
bukti tersebut harus disampaikan di depan persidangan dengan melampirkan hasil
digital forensik yang dikeluarkan pejabat/ instansi/ pihak yang berwenang dan/
atau mendatangkan saksi ahli. Digital forensik adalah teknik pengumpulan,
identifikasi, analisis, pengujian dan penyajian barang bukti elektronik yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum dalam persidangan (Heniyatun,
2018).
Maraknya
perselingkuhan di dalam rumah tangga dipicu dari media elektronik. Dalam
masyarakat yang berkembang sangat pesat seperti saat ini alat bukti elektronik
sering diajukan oleh sumi atau istri dalam perkara perceraian untuk memperkuat
dalil-dalilnya. Dalam perkara perceraian dimana suami atau isteri mengajukan
alat bukti yang berupa sms dapat dikategaorikan bahwa sms tersebut dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu komponen dalam memutuskan perkara. Hal ini
disebakan dari sifatnya SMS berbentuk tulisan sehingga memiliki kesamaan unsur
dengan bukti tertulis. Dalam penggunaan SMS sebagai alat bukti dalam perceraian
haruslah dilakukan secara teliti dan perlu dipadukan dengan alat bukti yang
lain. Dengan demikian suami atau istri yang mengajukan bukti SMS dalam perkara
perceraian juga dapat dijadikan pertimbangan dalam putusan hakim dengan syarat
bukti SMS tersebut harus dihadirkan ke persidangan
Selain
itu bukti foto atau chatting dari media elektronik (seperti whatsaap ) dapat
diajukan pula ke persidangan . Dengan cara mencetak bukti foto dan chatting ,
dengan mencetak bukti tersebut dapat dikategorikan dalam alat bukti tulisan
(164 HIR) dan dipadukan dengan bukti aslinya sesuai dengan Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008 tegas menyebutkan bahwa
setiap informasi/dokumen elektronik baru dianggap sah sebagai alat bukti
sepanjang dapat diakes, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Heniyatun,
B. T. I. S., 2018. Kajian Yuridis
Pembuktian dengan Informasi Elektronik dalam Penyelesaian Perkara Perdata di
Pengadilan. Varia Justicia,
XIV(1),pp. 30-39
Susylawati,
Eka., 2015. Kedudukan Bukti Elektronik
Dalam Pembuktian Perkara Perceraian. Pp. 278-298
Efa
Laela Fakhriah, Bukti Elektronik Dalam
Sistem Pembuktian Perdata. Bandung,
Alumni,2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar