Sabtu, 15 Juni 2019

Media Elektronik sebagai Alat Bukti


Oleh    : Rischa Indah Saputri/17.0201.0035/4A
Dosen Pengampu : Heniyatun, SH.,Mhum

“ Pembuktian Media Elektronik (sosial media) dapat Dijadikan Alat Bukti yang Sah”

UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan. Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008 tegas menyebutkan bahwa setiap informasi/dokumen elektronik baru dianggap sah sebagai alat bukti sepanjang dapat diakes, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Sedangkan bunyi Pasal 5 ayat (1) UU ITE mengatur bahwa Informasi Eletkronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE, yang intinya Informasi dan Dokumen Elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya dan ketersediaannya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materiil tersebut dibutuhkan digital forensik. Persyaratan materiil tersebut dibutuhkan jika alat bukti tersebut dibantah oleh pihak lawan.

·         Apakah media elektronik (sosial media) dapat dijadikan alat bukti ?
Dari penjelasan diatas, sudah jelas bahwa media elektronik dapat dijadikan alat bukti di Pengadilan . Dan Ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) UUITE telah mengatur dengan jelas kedudukan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti yang sah sesuai dengan  Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Pertimbangan hukum hakim menerima bukti Informasi Elektronik adalah untuk memperkuat/ melengkapi alat-alat bukti lainnya. Pengajuan alat bukti Informasi Elektronik menurutnya tidak perlu melalui saksi ahli, karena alat bukti Informasi Elektronik itu mudah diketahui keotentikanya sehingga pengajuan bukti Informasi Elektronik tersebut tidak ditolak oleh hakim.
            Menurut 164 HIR Alat Bukti Hukum acara Perdata , yaitu :
1.      Bukti tulisan
2.      Bukti dengan saksi-saksi
3.      Persangkaan-persangkaan
4.      Pengakuan
5.      Sumpah

Pasal 5 ayat (1) UU ITE dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Kedua, hasil cetak dari Informasi Elektronik dan/atau hasil cetak dari Dokumen Elektronik. Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik tersebut yang akan menjadi Alat Bukti Elektronik (Digital Evidence). Sedangkan hasil cetak dari Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik akan menjadi alat bukti surat. Selain itu bahwa Informasi Elektronik termasuk atau dapat pula digolongkan ke dalam alat bukti tertulis jika berbentuk tulisan (dicetak/ diprint) dan asli.. Informasi Elektronik mempunyai kekuatan pembuktian seperti alat bukti tulisan jika dapat ditampilkan ataupun dicetak dan pemilik mengakui kepemilikanya. Hal tersebut dapat dipahami dengan diundangkanya UU ITE maka Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik sebenarnya merupakan perluasan alat bukti yang secara limitatif telah diatur dalam Pasal 164 HIR/ Pasal 284 RBg dan 1866 KUHPerdata.


Informasi Elektronik dapat dipakai sebagai alat bukti dalam perkara perdata, bila diajukan di depan persidangan menjadi bukti yang sah, dan memberatkan bagi pemiliknya, sehingga dapat dikatakan merupakan perluasan alat bukti yang telah diatur dalam Pasal 164 HIR, namun ada pula yang menganggapnya sebagai bukti permulaan. Informasi elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam perkara perdata, hal ini karena dikatagorikan sebagai alat bukti tertulis.  Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasinya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat menerangkan suatu keadaan. Oleh karena itu Informasi Elektronik mempunyai kekuatan pembuktian seperti alat bukti tulisan jika dapat ditampilkan ataupun dicetak dan diakui oleh pemiliknya (Heniyatun, 20018).

·         Contoh Kasus dan Cara Melakukan Pembuktian dengan Menggunakan Media Elektronik

Menurut Jumadi (Hakim Pengadilan Agama Magelang), cara penggunaan Informasi Elektronik sebagai alat bukti yaitu: alat bukti tersebut harus disampaikan di depan persidangan dengan melampirkan hasil digital forensik yang dikeluarkan pejabat/ instansi/ pihak yang berwenang dan/ atau mendatangkan saksi ahli. Digital forensik adalah teknik pengumpulan, identifikasi, analisis, pengujian dan penyajian barang bukti elektronik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum dalam persidangan (Heniyatun, 2018).
Maraknya perselingkuhan di dalam rumah tangga dipicu dari media elektronik. Dalam masyarakat yang berkembang sangat pesat seperti saat ini alat bukti elektronik sering diajukan oleh sumi atau istri dalam perkara perceraian untuk memperkuat dalil-dalilnya. Dalam perkara perceraian dimana suami atau isteri mengajukan alat bukti yang berupa sms dapat dikategaorikan bahwa sms tersebut dapat dipertimbangkan sebagai salah satu komponen dalam memutuskan perkara. Hal ini disebakan dari sifatnya SMS berbentuk tulisan sehingga memiliki kesamaan unsur dengan bukti tertulis. Dalam penggunaan SMS sebagai alat bukti dalam perceraian haruslah dilakukan secara teliti dan perlu dipadukan dengan alat bukti yang lain. Dengan demikian suami atau istri yang mengajukan bukti SMS dalam perkara perceraian juga dapat dijadikan pertimbangan dalam putusan hakim dengan syarat bukti SMS tersebut harus dihadirkan ke persidangan
Selain itu bukti foto atau chatting dari media elektronik (seperti whatsaap ) dapat diajukan pula ke persidangan . Dengan cara mencetak bukti foto dan chatting , dengan mencetak bukti tersebut dapat dikategorikan dalam alat bukti tulisan (164 HIR) dan dipadukan dengan bukti aslinya sesuai dengan Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008 tegas menyebutkan bahwa setiap informasi/dokumen elektronik baru dianggap sah sebagai alat bukti sepanjang dapat diakes, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. 

DAFTAR PUSTAKA
Heniyatun, B. T. I. S., 2018. Kajian Yuridis Pembuktian dengan Informasi Elektronik dalam Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan. Varia Justicia, XIV(1),pp. 30-39

Susylawati, Eka., 2015. Kedudukan Bukti Elektronik Dalam Pembuktian Perkara Perceraian. Pp. 278-298

Efa Laela Fakhriah, Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Perdata. Bandung,
Alumni,2009. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Keabsahan Alat Bukti Elektronik dalam Undang-Undang

KEABSAAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008                                                 Oleh: M Bagus Boy Sa...