Jumat, 14 Juni 2019

Tugas Hukum Acara Perdata


Oleh                        : Dian Novita/17.0201.0025/4A
Dosen Pengampu  : Heniyatun, SH., MHum

Bagaimana cara pembuktian suatu alat bukti selain yang tercantum di dalam Pasal 164 HIR seiring dengan perkembangan era digital dan termasuk alat bukti yang manakah apabila dikategorikan dalam jenis alat bukti dalam Pasal 164 HIR ?

Perkembangan yang begitu pesat mengenai teknologi pada era milenial seperti sekarang ini, yang ditandai antara lain dengan maraknya penggunaan internet dimana hal ini termasuk menjadi kebutuhan primer bagi manusia. Dengan adanya internet menimbulkan kemanfaatan lebih bagi para penggunanya, seperti dalam transaksi perdagangan dengan menggunakan sistem elektronik, yang sering disebut dengan e-commerce yang mengakibatkan pula tidak adanya jarak antar negara sehingga hal tersebut dapat meningkatkan sistem perdagangan. E-commerce dapat meliputi kegiatan-kegiatan seperti: transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan suatu sistem pengumpulan data otomatis.
Kemajuan teknologi informasi ini harus diiringi dengan berkembangnya peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat karena teknologi telah mengubah suatu pola kehidupan manusia di berbagai bidang, sehingga secara langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru di suatu masyarakat, selain itu dengan semakin mudahnya akses dalam media internet maka memungkinkan semakin mudah pula terjadi tindakan-tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan, seperti pencemaran nama baik, transaksi bisnis yang di dalamnya mengandung unsur penipuan maupun banyaknya transaksi yang tidak diikuti adanya pelaksanaan prestasi dari salah satu pihak (wanprestasi), dan lain sebagainya. Maka sudah seharusnya peraturan juga ditingkatkan sesuai dengan berkembangnya kemajuan teknologi yang ada, terutama dalam hal pengajuan alat bukti yang digunakan sebagai sarana pembuktian di pengadilan. Mengenai hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Berkenaan dengan macam alat bukti yang sah, menurut pasal 164 HIR jo. Pasal 1866 BW ada 5 macam alat bukti: bukti tulisan/ surat; bukti saksi; bukti persangkaan; bukti pengakuan; dan, bukti sumpah. Dengan demikian, alat bukti yang paling diutamakan dalam hukum acara perdata adalah tulisan atau surat. Kemudian, dengan diberlakukannya UU ITE maka terdapat suatu pengaturan yang baru mengenai alat-alat bukti dokumen elektronik. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/ atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Selanjutnya di dalam Pasal 5 ayat 2 UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik atau dokumen elektronik dan/ atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan perluasan alat bukti yang sah dan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, bahwa UU ITE telah menentukan bahwa dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan suatu alat bukti yang sah dan merupakan perluasan alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang telah berlaku di Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti di muka persidangan (Wahyudi, 2012). Dengan demikian penggunaan dokumen elektronik sebagai suatu alat bukti yang dianggap sah apabila menggunakan suatu sistem elektronik sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU ITE, yang menentukan bahwa dokumen elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menerangkan suatu keadaan. Di samping itu, dokumen elektronik yang kedudukannya dapat disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas, sebagaimana ditentukan dalam Penjelasan Umum UU ITE.
Menurut (Alvi, 2011), penentuan sebuah dokumen elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti harus merujuk kepada beberapa kriteria, yaitu :

a.       Diperkenankan oleh Undang-Undang untuk dipakai sebagai alat bukti.
b.      Reability, yaitu alat bukti tersebut dapat dipercaya keabsahannya.
c.       Necessity, yakni alat bukti yang memang diperlukan untuk membuktikan suatu fakta.
d.  Relevance, yaitu alat bukti yang diajukan mempunyai relevansi dengan fakta yang akan dibuktikan.
e.       Keterangan dari saksi ahli terhadap sebuah dokumen elektronik

Dokumen elektronik adalah salah satu bentuk dalam pembaruan hukum acara perdata Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi titik tolak karena posisi dokumen elektronik telah jalas dan memiliki keabsahan sebagai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sehingga setiap dokumen elektronik harus dinilai setiap diajukan oleh para pihak yang bersengketa (Muhammad Iqbal Tarigan, 2016). Cara melakukan pembuktian dengan mengunakan alat bukti Informasi Elektronik dalam perkara perdata sama dengan pengajuan alat bukti tertulis atau surat, yaitu diajukan dalam persidangan dalam bentuk salinan atau foto copy dari alat bukti tertulis tersebut, dan harus dicocokkan dengan aslinya terlebih dahulu. Informasi Elektronik sebagai alat bukti, dalam penyajiannya di persidangan sedikit ada perbedaan, yaitu harus sudah ada pengakuan dari pemiliknya, setidaknya dapat diperlihatkan atau ditampilkan di pengadilan, sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah seperti alat bukti tertulis lainnya (Heniyatun, 2018).

Jadi, berdasarkan uraian di atas, maka telah jelas bahwa dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah serta diakui keabsahannya, karena telah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, dokumen elektronik dapat diajukan dimuka persidangan sebagai alat bukti dan dokumen elektronik ini termasuk ke dalam alat bukti tulisan/surat jika dikategorikan dari alat bukti yang tercantum dalam Pasal 164 HIR sehingga cara mengajukannya sebagai alat bukti juga tidak jauh berbeda dengan alat bukti tertulis/ surat, yaitu dengan cara mencetaknya dan/ atau menampilkannya pada saat persidangan.


DAFTAR PUSTAKA

Heniyatun, B. T. I. P. S., 2018. Kajian Yuridis Pembuktian dengan Informasi Elektronik dalam Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan. Varia Justicia, XIV(1), pp. 30-39.

Muhammad Iqbal Tarigan, R. B. G. D. H., 2016. Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti dalam Perspektif Pembaruan Hukum Acara Perdata Indonesia. USU Law Journal, IV(1), pp. 127-138.

Wahyudi, J., 2012. Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Pembuktian di Pengadilan. Perspektif, XVII(2), pp. 118-126.

Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Medan: PT. Sofmedia, 2011), hal. 13 – 14.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Keabsahan Alat Bukti Elektronik dalam Undang-Undang

KEABSAAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008                                                 Oleh: M Bagus Boy Sa...