Oleh : Dian Novita/17.0201.0025/4A
Dosen Pengampu : Heniyatun, SH., MHum
Bagaimana
cara pembuktian suatu alat bukti selain yang tercantum di dalam Pasal 164 HIR
seiring dengan perkembangan era digital dan termasuk alat bukti yang manakah
apabila dikategorikan dalam jenis alat bukti dalam Pasal 164 HIR ?
Perkembangan
yang begitu pesat mengenai teknologi pada era
milenial seperti sekarang ini, yang ditandai antara lain dengan maraknya penggunaan
internet dimana hal ini termasuk menjadi kebutuhan primer bagi manusia. Dengan adanya internet menimbulkan kemanfaatan lebih bagi
para penggunanya, seperti dalam transaksi perdagangan dengan menggunakan sistem
elektronik, yang sering disebut dengan e-commerce yang mengakibatkan
pula tidak adanya jarak antar negara sehingga hal tersebut dapat meningkatkan
sistem perdagangan. E-commerce dapat meliputi kegiatan-kegiatan seperti:
transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori
otomatis, dan suatu sistem pengumpulan data otomatis.
Kemajuan teknologi informasi ini harus diiringi dengan
berkembangnya peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat karena teknologi
telah mengubah suatu pola kehidupan manusia di berbagai bidang, sehingga secara
langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru di suatu masyarakat,
selain itu dengan semakin mudahnya akses dalam media internet maka memungkinkan
semakin mudah pula terjadi tindakan-tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan,
seperti pencemaran nama baik, transaksi bisnis yang di dalamnya mengandung
unsur penipuan maupun banyaknya transaksi yang tidak diikuti adanya pelaksanaan
prestasi dari salah satu pihak (wanprestasi), dan lain sebagainya. Maka sudah
seharusnya peraturan juga ditingkatkan sesuai dengan berkembangnya kemajuan
teknologi yang ada, terutama dalam hal pengajuan alat bukti yang digunakan
sebagai sarana pembuktian di pengadilan. Mengenai hal tersebut telah diatur
dalam Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Berkenaan dengan macam alat bukti yang sah, menurut pasal 164 HIR
jo. Pasal 1866 BW ada 5 macam alat bukti: bukti tulisan/ surat; bukti saksi; bukti
persangkaan; bukti pengakuan; dan, bukti sumpah. Dengan demikian, alat bukti
yang paling diutamakan dalam hukum acara perdata adalah tulisan atau surat. Kemudian,
dengan diberlakukannya UU ITE maka terdapat suatu pengaturan yang baru mengenai
alat-alat bukti dokumen elektronik. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU ITE
ditentukan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/ atau
hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Selanjutnya di dalam Pasal
5 ayat 2 UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik atau dokumen elektronik
dan/ atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan perluasan
alat bukti yang sah dan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
Dengan demikian, bahwa UU ITE telah menentukan bahwa dokumen elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan suatu alat bukti yang sah dan merupakan
perluasan alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang telah berlaku di
Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti di muka persidangan (Wahyudi, 2012) . Dengan demikian
penggunaan dokumen elektronik sebagai suatu alat bukti yang dianggap sah
apabila menggunakan suatu sistem elektronik sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 6 UU ITE, yang menentukan bahwa dokumen elektronik dianggap
sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menerangkan
suatu keadaan. Di samping itu, dokumen elektronik yang kedudukannya dapat
disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas, sebagaimana ditentukan
dalam Penjelasan Umum UU ITE.
Menurut (Alvi, 2011), penentuan sebuah dokumen elektronik dapat dijadikan sebagai alat
bukti harus merujuk kepada beberapa kriteria, yaitu :
a. Diperkenankan oleh Undang-Undang untuk dipakai sebagai alat bukti.
b. Reability, yaitu alat bukti
tersebut dapat dipercaya keabsahannya.
c. Necessity, yakni alat bukti yang
memang diperlukan untuk membuktikan suatu fakta.
d. Relevance, yaitu alat bukti yang
diajukan mempunyai relevansi dengan fakta yang akan dibuktikan.
e. Keterangan dari saksi ahli terhadap sebuah dokumen elektronik
Dokumen elektronik adalah salah satu bentuk dalam pembaruan hukum
acara perdata Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi titik tolak karena posisi
dokumen elektronik telah jalas dan memiliki keabsahan sebagai alat bukti
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sehingga setiap dokumen elektronik
harus dinilai setiap diajukan oleh para pihak yang bersengketa (Muhammad Iqbal Tarigan, 2016) . Cara melakukan pembuktian dengan mengunakan alat
bukti Informasi Elektronik dalam perkara perdata sama dengan pengajuan alat
bukti tertulis atau surat, yaitu diajukan dalam persidangan dalam bentuk
salinan atau foto copy dari alat bukti tertulis tersebut, dan harus dicocokkan
dengan aslinya terlebih dahulu. Informasi Elektronik sebagai alat bukti, dalam
penyajiannya di persidangan sedikit ada perbedaan, yaitu harus sudah ada
pengakuan dari pemiliknya, setidaknya dapat diperlihatkan atau ditampilkan di
pengadilan, sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah seperti alat
bukti tertulis lainnya (Heniyatun, 2018) .
Jadi, berdasarkan uraian di atas, maka telah jelas
bahwa dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah serta diakui
keabsahannya, karena telah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, dokumen elektronik dapat diajukan dimuka persidangan
sebagai alat bukti dan dokumen elektronik ini termasuk ke dalam alat bukti tulisan/surat jika dikategorikan dari alat bukti yang tercantum
dalam Pasal 164 HIR sehingga cara mengajukannya sebagai alat
bukti juga tidak jauh berbeda dengan alat bukti tertulis/ surat, yaitu dengan cara
mencetaknya dan/ atau menampilkannya pada saat persidangan.
DAFTAR PUSTAKA
Heniyatun, B. T. I. P. S., 2018. Kajian Yuridis
Pembuktian dengan Informasi Elektronik dalam Penyelesaian Perkara Perdata di
Pengadilan. Varia Justicia, XIV(1), pp. 30-39.
Muhammad Iqbal Tarigan, R. B. G. D. H., 2016. Dokumen Elektronik Sebagai
Alat Bukti dalam Perspektif Pembaruan Hukum Acara Perdata Indonesia. USU
Law Journal, IV(1), pp. 127-138.
Wahyudi, J., 2012. Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Pembuktian
di Pengadilan. Perspektif, XVII(2), pp. 118-126.
Alvi
Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
(Medan: PT. Sofmedia, 2011), hal. 13 – 14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar