Sabtu, 15 Juni 2019

Keabsahan Alat Bukti Elektronik dalam Undang-Undang


KEABSAAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008
                                              Oleh: M Bagus Boy Saputra 17.0201.0036 
Sumber : Heniyatun, Bambang Tjatur S, Puji sulistiyaningsih, Kajian Yuridis Pembuktian dengan Informasi Elektronik dalam Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan, Varia justisia


   Teknologi informatika dan komunikasi telah mampu mengubah pola hidup masyarakat secara global dan mengakibatkan perubahan sosial, budaya pendidikan, ekonomi dan pola penegakan hukum yang kecepatanya berlangsung secara signifikan. TIK dewasa ini tidak saja terbukti memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, tetapi juga menjadi sarana efektif untuk melakukan kejahatan. Kejahatan menggunakan media TIK merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan, misalnya: banking crime, credit card, hacking, cracking, face books, dating, cyber porn, cyber sex, interception,etc.                                                            
     Di era globalisasi transaksi elektronik di satu sisi memang menguntungkan, tetapi di pihak yang lain menimbulkan penyelewengan dan masalah hukum, kususnya mengenai sahya suatu perajnian dengan menggunakan media elektronik. Menurut ketentuan pasal 1313 KUH Perdata: Perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebi mengikatkan dirinya terahadaap satu orang atau lebih. Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata ditegaskan syarat sahnya perjanjian: sepakat saling mengikat diri, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian dan suatu sebab yang halal.                                                                                    
   Keabsahan transaksi elektronik dengan mendasar pada ketentuan pasal 1320 KUH Perdata, sebenarnya tidak menjadi masalah jika dihubungkan dengan media yang digunakan dalam transaksi yang lain, karena ketentuan pasal 1320 KUH Perdata tidak mensyaratkan bentuk dan jenis media yang digunakan dalam bertransaksi. Asas kebebasan berkontrak yang dianut KUH Perdata dimana para pihak dapat bebas menentukan dan membuat suatu perikatan atau perjanjian dalam bertransaksi yang dilakukan berdasarkan iktikat baik (vide pasal 1338 KUH Perdata). Jadi apapun bentuk bentuk dan media dari kesepakatan tersebut, tetap berlaku dan mengikat para piak karena perikatan tersebut merupakan undang-undang bagi yang membuatnya.                                                                                    Permasalahan yang akan timbul dari suatu transaksi apabila salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi). Penyelesaian permasalaan yang terjadi tersebut selalu berkait dengan apa yang menjadi barang bukti dalam bertransaksi terlebih apabila transaksi yang menggunakan sarana elektronik. Hal ini karena menggunakan dokumen atau data elektronik sebagai akibat transaksi melalui media elektronik, belum diatur secara khusus dalam hukum acara yang berlaku, baik dalam hukum acara perdata maupun dalam hukum acara pidana.                           
   Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 11 taun 2008 tentang informasi dan komunikasi elektronik (UU ITE), Makama Agung menyadari adanya perkembangan teknologi inormatika dalam menyikapi penggunaan microilm  atau microice  untuk menyimpan suatu dokumen. MA dengan suratnya tanggal 14 Januari 1988 yang diajukan kepada Menteri Kehakiman menyatakan bahwa microfilm dapat dipergunakan sebagai alat bukti surat sebagaimana tersebut dalam pasal 184 ayat (1) huruf c KUHA Pidana, denga catatan bahwa baik microfilm maupun microfiche itu, yang sebelumnya dijamin otentiknya, dapat ditelusuri kembali dari registrasi dan berita acaranya. Demikian pula dengan diundangkanya Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tanggal 24 Mei 1997, tentang dokumen perusaaan yang dalam pasal 15 ayat (1) ditegaskan : Dokumen Perusahaan yang tela dimuat dalam microfilm atau media lainya dan atau hasil cetakanya merupaka alat bukti yang sah. Selanjutnya apabila memperhatikan ketentuan Pasal 1 angka 2, mengenai pengertian dokumen dan dikaitkan degan pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1997 Jo pasal 1320 KUH Perdata transaksi melalui media elektronik adala sah menurut hukum.                                                      
Undang-Undang No 11 Tahun 2008 merupakan ukum baru dalam kasana peraturan perundangan di Indonesia. Karea itu dengan menganut asas yurisdiksi ekstrateritorial dan alat bukti elektronik, sudah seperti alat bukti lain yang diatur dalam KUJAP pasal 184 atau H.IR.Bg. (Pasal 45,164) jika dikaitkan denga ketentuan pasal 11 UU ITE tanda tangan elektronik diakui memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konensional yang menggunkan tintan basah dan bermaterai. Keadaan itu diharapkan akan memberikan kepastian hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang telah pesat berkembang pesat dan memasuki berbagai segi kehidupan berbagsa dan bernegara.                                                                                                                                    Eksistensi ketika terjadi sengketa keperdataan (wanpresasi), hukum mulai muncul ke permukaan karena dibutuhkan indikator keabsaan perjanjian, keb, hukum mulai muncul ke permukaan karena dibutuhkan indikator keabsaan perjanjian, keabsahan transaksi, pembuktian, keabsahan alat bukti, penyitaan dan seterusnya. Dengan demikian kendala yag dihadapi dalam pembuktian di persidangan adalah keabsahan dokumen-dokumen transaksi yang dapat diajukan sebagai alat bukti.  Alat bukt dalam kasus perdata dapat dilihat dengan tegas dalam pasal 164 H.I.R/ R.Bg dan pasal 1866 KUH Perdata, bahwa alat bukti adalah tulisan, saksi-saksi, persangkaan, pengakuan atau sumpah. Dalam H.I.R/ R.Bg maupun KUHAP belum mengatur masalah alat bukti elektronik namun di berbagai undang-undang yang baru telah mengatur dokumen elektronik menjadi alat bukti yang sah.                                                                                               
 Cara melakukan pembuktian dengan mengunakan alat bukti Informasi Elektronik dalam perkara perdata sama dengan pengajuan alat bukti tertulis atau surat, yaitu diajukan dalam persidangan dalam bentuk salinan atau foto copy dari alat bukti tertulis tersebut, dan harus dicocokkan dengan aslinya terlebih dahulu. Informasi Elektronik sebagai alat bukti, dalam penyajiannya di persidangan sedikit ada perbedaan, yaitu harus sudah ada pengakuan dari pemiliknya, setidaknya dapat diperlihatkan atau ditampilkan di pengadilan, sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah seperti alat bukti tertulis lainnya.                       
  Dalam prakteknya Informasi Elektronik sebagai alat bukti dalam perkara perdata, diperlukan pengakuan dari pemiliknya, karena yang terpenting adanya pengakuan agar bukti tersebut menjadi sah. Persoalannya adalah jika Informasi Elektronik tersebut diingkari atau tidak diakuinya. Seperti diketahui bersama bahwa Pasal 164 HIR mengatur tentang macam-macam alat bukti yang digunakan di persidangan, yaitu bukti surat, bukti saksi, pengakuan, persangkaan, dan sumpah. Telah dijelasakan di atas bahwa Informasi Elektronik, tertmasuk dalam katagori bukti tulisan (hasil cetak). Namun di sisi lain bahwa harus ada pengakuan. Kalau demikian halnya maka Informasi Elektronik tersebut termasuk dalam katagori pengakuan, sebab jika pengakuan tersebut dilakukan di depan persidangan maka menjadi bukti yang memberatkan bagi yang mengaku tersebut. Jadi merupakan bukti yang mementukan, yaitu merupakan bukti yang mengikat, maka hakim wajib menerima pengakuan tersebut sebagai hal yang benar, dan pengakuan tersebut tidak dapat dicabut lagi. Lain halnya jika pengakuan tersebut dilakukan di luar persidangan, maka merupakan bukti bebas, yaitu diserahkan kepada pertimbangan hakim, hakim bebas untuk menentukan, apakah akan menerimanya atau akan menolaknya.                                                
Apabila Informasi Elektronik tersebut diingkari atau tidak diakuinya, maka cara pembuktiannya kembali pada Pasal 163 HIR, yaitu barang siapa mendalilkan maka harus membuktikan dalilnya tersebut. Dalam hal ini maka penggugatlah yang harus membuktikannya. Selain itu merujuk juga pada Pasal 7 UU No. 11 Tahun 2008: “Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundangundangan”. Pasal 7 UU ITE ini menjelaskan bahwa Dokumen Elektronik dan/ atau Informasi Elektronik dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak. Namun demikian agar Dokumen
Elektronik dan/ atau Informasi Elektronik dapat dinilai sebagai alat bukti maka diperlukan seorang ahli untuk melakukan penilaian. Karena untuk menentukan apakah Dokumen Elektronik/ Informasi Elektronik tersebut layak dijadikan alat bukti atau tidak dibutuhkan kemampuan seorang ahli dalam bidang tersebut. Terakhir apabila alat bukti elektronik tersebut tetap diingkari/ tidak mau mengakuiya maka dapat digunakan alat bukti yang terakhir yaitu bukti sumpah. Hakim dalam hal ini dapat membebankan sumpah suppletoir kepada salah satu pihak yang buktinya sudah mendekati kebenaran.
Dokumen Elektronik dan atau Informasi Elektronik secara yuridis dapat digolongkan ke dalam alat bukti tertulis sehingga cara mengajukannya sebagai alat bukti juga tidak jauh berbeda, yaitu dengan cara mencetaknya dan/ atau menampilkannya pada saat persidangan, kemudian harus cocok dengan aslinya (Pasal 5 jo Pasal 6 UU ITE), namun demikian hakim dapat pula meminta keterangan dari seorang saksi ahli untuk memastikan kebenarannya. Keterangan saksi ahli dapat dijadikan pertimbangan hakim untuk memastikan apakah Informasi Elektronik tersebut sah digunakan sebagai alat bukti di persidangan. Jadi sebenarnya Informasi Elektronik tersebut jika sudah ada pengakuan dari pemiliknya maka Informasi Elektronik tersebut sudah sah sebagai alat bukti, namun apabila hakim menganggap masih belum cukup maka perlu ditambah dengan bukti lain. Lebih lanjut Pasal 6 UU ITE menyebutkan: ”dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yangmensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.


Media Elektronik sebagai Alat Bukti


Oleh    : Rischa Indah Saputri/17.0201.0035/4A
Dosen Pengampu : Heniyatun, SH.,Mhum

“ Pembuktian Media Elektronik (sosial media) dapat Dijadikan Alat Bukti yang Sah”

UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan. Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008 tegas menyebutkan bahwa setiap informasi/dokumen elektronik baru dianggap sah sebagai alat bukti sepanjang dapat diakes, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Sedangkan bunyi Pasal 5 ayat (1) UU ITE mengatur bahwa Informasi Eletkronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE, yang intinya Informasi dan Dokumen Elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya dan ketersediaannya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materiil tersebut dibutuhkan digital forensik. Persyaratan materiil tersebut dibutuhkan jika alat bukti tersebut dibantah oleh pihak lawan.

·         Apakah media elektronik (sosial media) dapat dijadikan alat bukti ?
Dari penjelasan diatas, sudah jelas bahwa media elektronik dapat dijadikan alat bukti di Pengadilan . Dan Ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) UUITE telah mengatur dengan jelas kedudukan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti yang sah sesuai dengan  Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Pertimbangan hukum hakim menerima bukti Informasi Elektronik adalah untuk memperkuat/ melengkapi alat-alat bukti lainnya. Pengajuan alat bukti Informasi Elektronik menurutnya tidak perlu melalui saksi ahli, karena alat bukti Informasi Elektronik itu mudah diketahui keotentikanya sehingga pengajuan bukti Informasi Elektronik tersebut tidak ditolak oleh hakim.
            Menurut 164 HIR Alat Bukti Hukum acara Perdata , yaitu :
1.      Bukti tulisan
2.      Bukti dengan saksi-saksi
3.      Persangkaan-persangkaan
4.      Pengakuan
5.      Sumpah

Pasal 5 ayat (1) UU ITE dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Kedua, hasil cetak dari Informasi Elektronik dan/atau hasil cetak dari Dokumen Elektronik. Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik tersebut yang akan menjadi Alat Bukti Elektronik (Digital Evidence). Sedangkan hasil cetak dari Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik akan menjadi alat bukti surat. Selain itu bahwa Informasi Elektronik termasuk atau dapat pula digolongkan ke dalam alat bukti tertulis jika berbentuk tulisan (dicetak/ diprint) dan asli.. Informasi Elektronik mempunyai kekuatan pembuktian seperti alat bukti tulisan jika dapat ditampilkan ataupun dicetak dan pemilik mengakui kepemilikanya. Hal tersebut dapat dipahami dengan diundangkanya UU ITE maka Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik sebenarnya merupakan perluasan alat bukti yang secara limitatif telah diatur dalam Pasal 164 HIR/ Pasal 284 RBg dan 1866 KUHPerdata.


Informasi Elektronik dapat dipakai sebagai alat bukti dalam perkara perdata, bila diajukan di depan persidangan menjadi bukti yang sah, dan memberatkan bagi pemiliknya, sehingga dapat dikatakan merupakan perluasan alat bukti yang telah diatur dalam Pasal 164 HIR, namun ada pula yang menganggapnya sebagai bukti permulaan. Informasi elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam perkara perdata, hal ini karena dikatagorikan sebagai alat bukti tertulis.  Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasinya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat menerangkan suatu keadaan. Oleh karena itu Informasi Elektronik mempunyai kekuatan pembuktian seperti alat bukti tulisan jika dapat ditampilkan ataupun dicetak dan diakui oleh pemiliknya (Heniyatun, 20018).

·         Contoh Kasus dan Cara Melakukan Pembuktian dengan Menggunakan Media Elektronik

Menurut Jumadi (Hakim Pengadilan Agama Magelang), cara penggunaan Informasi Elektronik sebagai alat bukti yaitu: alat bukti tersebut harus disampaikan di depan persidangan dengan melampirkan hasil digital forensik yang dikeluarkan pejabat/ instansi/ pihak yang berwenang dan/ atau mendatangkan saksi ahli. Digital forensik adalah teknik pengumpulan, identifikasi, analisis, pengujian dan penyajian barang bukti elektronik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum dalam persidangan (Heniyatun, 2018).
Maraknya perselingkuhan di dalam rumah tangga dipicu dari media elektronik. Dalam masyarakat yang berkembang sangat pesat seperti saat ini alat bukti elektronik sering diajukan oleh sumi atau istri dalam perkara perceraian untuk memperkuat dalil-dalilnya. Dalam perkara perceraian dimana suami atau isteri mengajukan alat bukti yang berupa sms dapat dikategaorikan bahwa sms tersebut dapat dipertimbangkan sebagai salah satu komponen dalam memutuskan perkara. Hal ini disebakan dari sifatnya SMS berbentuk tulisan sehingga memiliki kesamaan unsur dengan bukti tertulis. Dalam penggunaan SMS sebagai alat bukti dalam perceraian haruslah dilakukan secara teliti dan perlu dipadukan dengan alat bukti yang lain. Dengan demikian suami atau istri yang mengajukan bukti SMS dalam perkara perceraian juga dapat dijadikan pertimbangan dalam putusan hakim dengan syarat bukti SMS tersebut harus dihadirkan ke persidangan
Selain itu bukti foto atau chatting dari media elektronik (seperti whatsaap ) dapat diajukan pula ke persidangan . Dengan cara mencetak bukti foto dan chatting , dengan mencetak bukti tersebut dapat dikategorikan dalam alat bukti tulisan (164 HIR) dan dipadukan dengan bukti aslinya sesuai dengan Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2008 tegas menyebutkan bahwa setiap informasi/dokumen elektronik baru dianggap sah sebagai alat bukti sepanjang dapat diakes, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. 

DAFTAR PUSTAKA
Heniyatun, B. T. I. S., 2018. Kajian Yuridis Pembuktian dengan Informasi Elektronik dalam Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan. Varia Justicia, XIV(1),pp. 30-39

Susylawati, Eka., 2015. Kedudukan Bukti Elektronik Dalam Pembuktian Perkara Perceraian. Pp. 278-298

Efa Laela Fakhriah, Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Perdata. Bandung,
Alumni,2009. 


Jumat, 14 Juni 2019

Tugas Hukum Acara Perdata


Oleh                        : Dian Novita/17.0201.0025/4A
Dosen Pengampu  : Heniyatun, SH., MHum

Bagaimana cara pembuktian suatu alat bukti selain yang tercantum di dalam Pasal 164 HIR seiring dengan perkembangan era digital dan termasuk alat bukti yang manakah apabila dikategorikan dalam jenis alat bukti dalam Pasal 164 HIR ?

Perkembangan yang begitu pesat mengenai teknologi pada era milenial seperti sekarang ini, yang ditandai antara lain dengan maraknya penggunaan internet dimana hal ini termasuk menjadi kebutuhan primer bagi manusia. Dengan adanya internet menimbulkan kemanfaatan lebih bagi para penggunanya, seperti dalam transaksi perdagangan dengan menggunakan sistem elektronik, yang sering disebut dengan e-commerce yang mengakibatkan pula tidak adanya jarak antar negara sehingga hal tersebut dapat meningkatkan sistem perdagangan. E-commerce dapat meliputi kegiatan-kegiatan seperti: transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan suatu sistem pengumpulan data otomatis.
Kemajuan teknologi informasi ini harus diiringi dengan berkembangnya peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat karena teknologi telah mengubah suatu pola kehidupan manusia di berbagai bidang, sehingga secara langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru di suatu masyarakat, selain itu dengan semakin mudahnya akses dalam media internet maka memungkinkan semakin mudah pula terjadi tindakan-tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan, seperti pencemaran nama baik, transaksi bisnis yang di dalamnya mengandung unsur penipuan maupun banyaknya transaksi yang tidak diikuti adanya pelaksanaan prestasi dari salah satu pihak (wanprestasi), dan lain sebagainya. Maka sudah seharusnya peraturan juga ditingkatkan sesuai dengan berkembangnya kemajuan teknologi yang ada, terutama dalam hal pengajuan alat bukti yang digunakan sebagai sarana pembuktian di pengadilan. Mengenai hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Berkenaan dengan macam alat bukti yang sah, menurut pasal 164 HIR jo. Pasal 1866 BW ada 5 macam alat bukti: bukti tulisan/ surat; bukti saksi; bukti persangkaan; bukti pengakuan; dan, bukti sumpah. Dengan demikian, alat bukti yang paling diutamakan dalam hukum acara perdata adalah tulisan atau surat. Kemudian, dengan diberlakukannya UU ITE maka terdapat suatu pengaturan yang baru mengenai alat-alat bukti dokumen elektronik. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/ atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Selanjutnya di dalam Pasal 5 ayat 2 UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik atau dokumen elektronik dan/ atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan perluasan alat bukti yang sah dan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, bahwa UU ITE telah menentukan bahwa dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan suatu alat bukti yang sah dan merupakan perluasan alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang telah berlaku di Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti di muka persidangan (Wahyudi, 2012). Dengan demikian penggunaan dokumen elektronik sebagai suatu alat bukti yang dianggap sah apabila menggunakan suatu sistem elektronik sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU ITE, yang menentukan bahwa dokumen elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menerangkan suatu keadaan. Di samping itu, dokumen elektronik yang kedudukannya dapat disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas, sebagaimana ditentukan dalam Penjelasan Umum UU ITE.
Menurut (Alvi, 2011), penentuan sebuah dokumen elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti harus merujuk kepada beberapa kriteria, yaitu :

a.       Diperkenankan oleh Undang-Undang untuk dipakai sebagai alat bukti.
b.      Reability, yaitu alat bukti tersebut dapat dipercaya keabsahannya.
c.       Necessity, yakni alat bukti yang memang diperlukan untuk membuktikan suatu fakta.
d.  Relevance, yaitu alat bukti yang diajukan mempunyai relevansi dengan fakta yang akan dibuktikan.
e.       Keterangan dari saksi ahli terhadap sebuah dokumen elektronik

Dokumen elektronik adalah salah satu bentuk dalam pembaruan hukum acara perdata Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi titik tolak karena posisi dokumen elektronik telah jalas dan memiliki keabsahan sebagai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sehingga setiap dokumen elektronik harus dinilai setiap diajukan oleh para pihak yang bersengketa (Muhammad Iqbal Tarigan, 2016). Cara melakukan pembuktian dengan mengunakan alat bukti Informasi Elektronik dalam perkara perdata sama dengan pengajuan alat bukti tertulis atau surat, yaitu diajukan dalam persidangan dalam bentuk salinan atau foto copy dari alat bukti tertulis tersebut, dan harus dicocokkan dengan aslinya terlebih dahulu. Informasi Elektronik sebagai alat bukti, dalam penyajiannya di persidangan sedikit ada perbedaan, yaitu harus sudah ada pengakuan dari pemiliknya, setidaknya dapat diperlihatkan atau ditampilkan di pengadilan, sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah seperti alat bukti tertulis lainnya (Heniyatun, 2018).

Jadi, berdasarkan uraian di atas, maka telah jelas bahwa dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah serta diakui keabsahannya, karena telah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, dokumen elektronik dapat diajukan dimuka persidangan sebagai alat bukti dan dokumen elektronik ini termasuk ke dalam alat bukti tulisan/surat jika dikategorikan dari alat bukti yang tercantum dalam Pasal 164 HIR sehingga cara mengajukannya sebagai alat bukti juga tidak jauh berbeda dengan alat bukti tertulis/ surat, yaitu dengan cara mencetaknya dan/ atau menampilkannya pada saat persidangan.


DAFTAR PUSTAKA

Heniyatun, B. T. I. P. S., 2018. Kajian Yuridis Pembuktian dengan Informasi Elektronik dalam Penyelesaian Perkara Perdata di Pengadilan. Varia Justicia, XIV(1), pp. 30-39.

Muhammad Iqbal Tarigan, R. B. G. D. H., 2016. Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti dalam Perspektif Pembaruan Hukum Acara Perdata Indonesia. USU Law Journal, IV(1), pp. 127-138.

Wahyudi, J., 2012. Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Pembuktian di Pengadilan. Perspektif, XVII(2), pp. 118-126.

Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Medan: PT. Sofmedia, 2011), hal. 13 – 14.  

Selasa, 01 Januari 2019

An Another Year - Without You

I never think, "You should be here". Because I know you are in peace. Because, we know we can.
It's a pleasure to remember. All the happy times we've had before you gone.
I thought...
Maybe, because you seemed so strong I thought you did not need to hear it.
Maybe, because I thought you always be with me and I could say it later.
I love you, still and always.

Sometimes I wonder what I would say, if we had just one more day.
_____

I never really get over the loss. 
I learn to live with the loss and you are never far from my thought.
But,
Iam happy here. Of course, with mom. She is happy. 

____________________That still hurts when the weather gets cold, but you learn to dance with the limp. (Anne Lamott)

We still remember.
We miss you.
We pray for you.

Senin, 22 Oktober 2018

Do You Still Believe in a Face?

Tears in secret
When the clock's clink
becomes a melody

That girl..
That girl in your room 
She laughs
She has a smile that lights up,
an entire room

Trying her best to not show them
her weaknesses

It's her troubled thoughts
Overwhelmed by things She wishes
She didn't think about

At night when the world fast asleep
She often lay awake
Blaming a cup of coffe She drank this afternoon

That girl..
That girl in your room
She has a perfect smile 
Everyone smiles to her
Cause everyone never know 
what is really going on,
on the inside

That is the problem with being 
the strong one
No one offers
you
a hand

(This my first random thought in english. Iam sorry if there is any mistakes. The pink one is sentences that I found in Instagram. But, I couldnt find the author. Let me tell you ; Even a white rose, it's always has a black shadow! So, make everyone's day a little better in some way cause you never know what truly happen. Thanks for reading!)

Monster itu Selalu Datang

Pagi yang cerah saat Ia membuka tirai di jendela kamar itu. Kemudian cahaya mentari langsung menembus masuk sehingga foto yang berada di meja kecil di ujung sana nampak jelas. Ia memperhatikan foto itu. Tanpa ekspresi melihat dirinya pada foto sedang berada di pangkuan seseorang. Rutinitas setelah Ia terbangun.
Setelah sarapan, Ia nampak bergegas, terburu-buru. Memang selalu terburu-buru. Waktu yang makin sempit dan jarak yang cukup jauh untuk Ia tempuh. Mengapa tidak bersiap lebih awal? Sudah Ia lakukan. Namun, banyak pekerjaan rumah yang harus Ia selesaikan terlebih dahulu.

Beraktivitas seperti biasa. Bertemu teman, bercengkrama, menulis, membaca, dan menyambut panas terik mentari di siang hari. Tertawa bersama sambil menyantap makanan kesukaannya. Ia di tempat berkumpulnya, sebuah tempat dimana Ia diterima dengan tulus. Hanya di sana, Ia dapat menyembunyikan dirinya.....

Detik menjadi menit, menit menjadi jam. Pagi pun berganti malam. Ia bersiap. Ia menguatkan diri. Namun, sekuat apapun Ia bersiap hal itu tidak berguna. Ketakutan itu akan datang. Kekhawatiran itu akan menyerbunya. Ia menarik selimutnya, mencoba memejamkan matanya, tidak berhasil.
"Pikirkan kebahagiaan! Pikirkan! Hari ini Kau makan kue kesukaanmu, kan? Pikirkan itu!", Ia menyuruh dirinya sendiri dengan berbisik. Tidak terjadi apa-apa. Ia semakin takut. Kengerian itu menjalar di sekujur tubuhnya. Kepalanya serasa ingin pecah. Perasaan yang Ia takuti selalu muncul saat Ia akan terlelap.
Sebenarnya apa? Apakah itu hanya khayalannya? Mengapa itu terasa nyata? Bahkan sesuatu yang belum pasti terjadi dan di luar kendalinya, mengapa?

Lalu tiba-tiba, matanya sudah silau terkena terik mentari. Syukurlah, batinnya. Semalam itu menyeramkan. Ia bertekad untuk menceritakan hal ini kepada temannya.
"Aku harus menceritakan hal ini. Aku sudah tidak tahan lagi dengan setiap malam yang membuatku takut dan pening."
Di perjalanan Ia merangkai kata. Sebenarnya, Ia sendiri bingung harus memulainya darimana. Apakah bagian ini diperlukan? Apakah tidak berlebihan? Apakah alurnya sudah betul? Ia mencoba merangkai kata demi kata, mengingat setiap kejadian yang Ia alami, dan sampailah Ia.

Dari jauh sudah nampak temannya sedang menunggunya di bawah pohon apel. Oh ya, buahnya sangat lezat. "Hai, terimakasih sudah menungguku. Err.. tahu tidak? Aku ingin mengatakan sesuatu. Sesuatu yang Aku simpan sejak 5 tahun ini. Ketakutanku, kekhawatiranku, dan semacamnya. Hal ini sangat mengangguku! Sungguh! Aku tidak tahu harus menyampaikan pada siapa. Aku percaya padamu! Sebenarnya Aku..."
"Hai! Syukurlah Kau tiba dengan selamat. Aku menunggumu di sini agar kita bisa berjalan lebih jauh menuju aula pertemuan. Hei, pertemuannya masih setengah jam lagi bukan?" Belum selesai Ia merangkai kalimat di kepalanya, temannya sudah menyapa dari bawah pohon apel itu.
"Iya, benar. Mengapa ingin jalan?", tanyanya. "Hari ini aku sangat kesal. Bahkan aku baru saja menangis, lho. Lihat ini, tisuku basah.", jawab temannya.

"Hei, Kau kenapa? Apa kekasihmu menyakitimu? Atau orang tuamu bertengkar lagi?", katanya. Mendengar jawaban dari temannya itu, secara tidak langsung Ia bertanya dengan nada khawatir.
Kemudian, mereka berjalan membicarakan hal yang dianggap penting baginya. Ya, Ia harus mendengarkan cerita temannya. Temannya harus bahagia jika di sampingnya. Ia harus mendengarkan segala ocehan yang orang lain sampaikan. Memberikan semangat dan mengeluarkan lelucon khas yang Ia miliki. Ia harus membuat nyaman setiap orang yang berada di dekatnya.

Berjalan, melupakan sesuatu yang seharusnya Ia sampaikan. Sesuatu yang penting baginya. Ketakutan yang selalu datang setiap malam. Sesuatu yang merubahnya menjadi seorang periang di depan banyak orang........

Rabu, 10 Agustus 2016

Untukmu Ayah : Kuharap Surga Ada Untukmu

Halo Ayah,
Izinkan aku, putri kecilmu ini menuliskan sesuatu untukmu. Bukan untuk meratapi kepergianmu. Hanya untuk menyampaikan rasa rinduku pada Ayah. Kau yang selama ini menjadi pelengkap diriku yang kosong. Tujuh belas tahun menjadi pelindungku. Ayah, aku harap Ayah tahu isi hatiku.
Ayah, rasanya aku telah melewatkan berpuluh-puluh jam tanpamu. Padahal baru saja Ayah meninggalkanku. Tapi Ayah tenang saja. Aku dan Ibu baik-baik saja. Iya walaupun kami semua merasa kehilangan Ayah.
Merasa kehilangan hanya akan ada jika engkau merasa memilikinya.
Kalimat sederhana namun dalam ini adalah lirik lagu. Entah mengapa semenjak ayah berpulang lagu ini terdengar semakin berat. Aku tahu, perjalananmu akan semakin susah jika aku terus bersedih. Aku minta maaf Ayah.
Aku dan Ibu masih berjuang membiasakan diri. Membiasakan melakukan kegiatan yang seharusnya dilakukan kita bertiga menjadi kegiatan yang hanya dilakukan oleh kami. Aku dan Ibu. Bangun pagi yang sudah tanpamu. Atau aku yang tidak lagi membuat tiga cangkir teh hangat. Namun hanya membuat dua, untukku dan Ibu. Dan Ayah, aku rindu. Rindu diingatkan shalat olehmu. Ayah yang selalu menanyakan perihal ibadahku. Walau seringkali itu membuatku kesal. Ayah, kali ini aku rindu. Untuk hal ini aku menangis. Maaf Ayah, aku tidak bisa menahannya.


Rasanya seperti mimpi. Empat hari lalu, hari dimana menjadi hari pertama Ayah dirawat di rumah sakit. Siapa yang mengira? Ayah yang hari sebelumnya masih pergi dengan kami tiba-tiba merasa sakit. Pagi-pagi aku dan Ibu mengantar Ayah ke rumah sakit. Gejala stroke, kata dokter. Saat itu Ayah masih dapat berbicara dan menatapku. Tatapan yang dalam dan Ayah, aku merasakan sesuatu dalam tatapanmu itu. Lalu Ayah berbicara padaku, bahwa Ayah senang aku diterima di universitas negeri di kotaku. Iya Ayah. Aku tahu alasan mengapa ini semua terjadi. Mengapa aku ditolak oleh beberapa universitas di luar kota dan mengapa Ayah hanya menargetkan universitas di kotaku.

Dua hari dirawat, kondisi Ayah malah menurun. Ayah sudah dipasangi alat bantu pernafasan dan alat bantu makan melalui selang. Ayah, betapa hati tak tega melihatmu seperti itu. Ayah hanya bisa mendengar suara kami saja tanpa mampu menjawabnya. Ayah terbaring lemas dan sama sekali tidak bergerak. Aku merasa kasihan pada Ayah. Aku menunggui Ayah. Kuharap Ayah tahu. Kuharap Ayah juga tahu jika teman-temanku, teman-teman Ayah, dan saudara-saudara kita datang menjenguk dan mendoakan Ayah. Sepertinya Ayah tahu. Aku percaya itu.

Sabtu, 6 Agustus 2016 pukul 13:45.
Aku menuju rumah sakit. Aku melihat Ayah dari jendela. Ibu ada menemani Ayah. Aku bersama budhe, tante, om, dan temanku. Ayah, aku bisa merasakan kesakitanmu. Nafasmu yang mulai berat dan tersengal-sengal membuatku ngilu. Aku membimbingmu untuk mengingat Allah dari jendela. Sementara budhe dan tante pulang. Tidak Ayah mereka tidak meninggalkanmu. Mereka pulang untuk membacakan doa untuk Ayah. "Allah...Allah...Allah..." bisikku dekat telinga Ayah. Gemas rasanya karena aku hanya membimbing Ayah hanya lewat jendela. Aku pun melompat masuk. Jika saja Ayah melihatnya, Ayah pasti geli. Aku berada di samping Ayah bersama Ibu. Ibu dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. Ayah, aku tahu ini menyedihkan. Namun aku juga tahu bukan air mata yang Ayah inginkan. Sebisa mungkin aku menahan air mataku. Aku berhasil selama itu.
Ayah tahu? Kaki Ayah dingin. Aku takut. Ibu takut dan menangis. Aku memikirkan banyak hal tentang Ayah saat itu. Apa Ibu juga sama? Aku tidak tahu. Aku hanya melihat kesedihan dan ketakutan di wajah Ibu. Aku tidak begitu memikirkannya. Aku fokus berdoa untuk Ayah. Manakala mukjizat datang pada Ayah. Nyatanya tidak.

Dokter datang bersama satu perawat. Memeriksa Ayah. Kemudian berkata harapan untuk Ayah tinggal sedikit dan menyuruh kami semua agar terus berdoa. Ibu menangis Yah. Aku bisikkan ke Ibu dan berkata bahwa dokter tidak selalu benar. Ibu sudah ikhlas, katanya. Doa-doa kami rapalkan untuk Ayah. Semua mendoakan Ayah. Mendoakan untuk kesembuhan Ayah, mendoakan akan datangnya keajaiban, atau mendoakan agar Ayah diberi kemudahan menjelang takdir Ayah meninggalkan dunia ini. Ayah, tahukah perasaan kita saat itu? Tak karuan Yah. Aku tahu Ayah mendengar apa yang Ibu sampaikan pada Ayah. Saat itu Ibu bilang, "Pah, papah masak tega ninggalin mamah. Papah juga kan janji mau liat adek kuliah sampai wisuda." Kami semua menangis. Ayah juga menangis. Termasuk Aku yang sedari tadi menahan sesuatu yang mendobrak ingin keluar dari mataku.
Pukul 16:00 Aku tidak tahu tepatnya pukul berapa Ayah tiada. Nafas Ayah sudah sampai di kerongkongan. Separuh badan Ayah sudah dingin. Nadi di leher Ayah masih. Aku dan semuanya sama-sama membimbing Ayah mengingat Allah. Namun takdir tidak dapat diubah walau sedetikpun. Ayah pulang.
Betapa itu bukan kabar gembira untuk kami semua Ayah. Betapa cepat Ayah meninggalkanku di sini. Aku tidak menangis. Namun rasanya ada sesuatu yang hilang dari diriku.

Minggu, 7 Agustus 2016 pukul 11:00. Ayah dimakamkan.
Out of my reach. But not out of my mind.
Ayah,
Selama tujuh hari kedepan setelah Ayah dimakamkan, aku akan menemui Ayah. Menemani Ayah dengan bacaan ayat-ayatNya. Ada dua malaikat Allah yang akan mendatangi Ayah setelah Ayah dimakamkan. Ayah jangan takut dan jangan getar. Aku sempat mendengar percakapan orang bahwa Ayah itu orang baik, terbuka, ramah, dan rajin beribadah. Ayah, itu semua benar. Jadi aku tahu Ayah tidak gentar di sana. Ayah jangan takut. Kubur Ayah akan lapang dan terang. Aku yakin. Kami semua yakin. Aku akan mendoakan Ayah.

Ayah,
Sudah cukup semua nasihat Ayah untukku. Tapi Ayah, belum cukup bagiku menghabiskan waktu bersamamu. Betapa banyak waktu yang aku lewatkan. Banyak waktu yang aku habiskan bersama teman-teman daripada bersamamu. Bahkan saat mengetahui Ayah cemburu, aku tetap pergi dengan mereka. Maafkan Aku, Ayah. Aku yakin dalam diam Ayah, banyak hal tersimpan di sana.
Ayah, banyak rencana yang belum kita wujudkan. Banyak janjiku pada Ayah yang tak sempat aku tepati. Pun ada janji Ayah untukku yang belum Aku rasakan. Aku tidak marah, Ayah. Karena Aku tahu sebelum Ayah berjanji padaku, Ayah lebih dulu berjanji pada Tuhan. Bahwa waktu Ayah hanya sampai di sini.
Aku tahu betapa Ayah sangat menyayangi kami. Meski seringkali kasih sayangmu tak kau tampakkan. Meski itu sering Aku salah artikan. Sebenarnya Ayah sangat menyayangiku, tak kurang-kurang, seperti Ibu menyayangiku. Terimakasih Ayah. Aku tidak tahu kata apa yang tepat untuk berterimakasih pada Ayah.
Ayah, akan ada namamu disetiap doaku yang mengudara.
Salam dariku yang rindunya akan terus menggebu untukmu,
Aku mencintaimu Ayah.




Jumat, 29 Juli 2016

Keberuntungan : Ditunggu atau Diusahakan? (Bagian 2)

Penolakan mungkin merupakan momok bagi sebagian orang. Ditolah perguruan tinggi atau perusahaan yang kita impikan misalnya. Namun jika kita lebih berkaca lagi tentang hidup ini, akankah penolakan semenakutkan itu? Atau mungkin kita saja yang berlebihan? Penolakan seperti itu mungkin peringatan bagi kita untuk terus belajar dan memantaskan diri. Penolakan bukanlah tentang saat kita harus berhenti atau terus berlari, melainkan tentang apa yang sebenarnya kita cari.
If something is destined for you, never in million years it will be for somebody else.

Penolakan bukan saat kita harus menyerah, tapi saat semangat kita dipertanyakan. Seperti aku saat itu. Gagal di SBMPTN tidak menyurutkan keinginanku untuk mendaftar di UNS lagi. Aku mengikuti seleksi mandiri. Tanpa tes. Hanya dengan nilai SBMPTN. Awalnya aku percaya diri saja karena dapat memilih empat prodi. Dari pilihan empat prodi itu, bisa juga mendaftar sebagai diploma. Menurutku tidak masalah jika aku lolos dan masuk diploma. Aku yakin bisa.
Tidak sampai di situ saja. Aku tidak menggantungkan semuanya pada UNS. Aku juga mendaftarkan diri di seleksi mandiri kampus Yogyakarta dan Kotaku. Dengan bermodalkan percaya, aku mendaftarkan untuk prodi yang sama. Terserah kan? Aku hanya ingin mengejar apa yang harus kukejar. Aku download soal-soal mandiri tahun lalu dan mulai mengerjakannya. Agak malas memang. Entah, mungkin karena terpengaruh atmosfer yang gila ini.
Persiapan yang ((dirasa)) cukup, aku mantap saja. Berangkat ke Yogyakarta bersama temanku. Sampai di kampus, Aku melihat sangat banyak orang sepertiku. Berjuang. Sempat terhibur juga karena ini. Berpikir bahwa ternyata bukan hanya Aku saja yang belum mendapatkan universitas. Jadi aku tidak perlu merutuk. Wah, sangat mengerikan sekali pikiranku saat itu. Setelah selesai seleksi mandiri di Yogyakarta, dua hari setelah itu aku mengikuti seleksi mandiri di kotaku. Dan hari itu juga, pengumuman seleksi mandiri UNS akan diterbitkan. 
"Eh nanti kalo kita ketrima UNS, kostnya bareng ya.", kata temanku yang juga mendaftar SM UNS.
"Iya, santai. Lagi ikutan mandiri di sini, tau-tau ketrima di Solo. Hahahaha kan sombong.", jawabku.
Aku lihat di webiste UNS jika pengumuman itu akan diterbitkan pukul 17:00. Namun, aku diberitahu oleh teman jika pengumuman sudah bisa diakses. Lagi-lagi inilah saatnya. Lagi-lagi jantungku ingin mencuat. Aku buka website dan mengetikkan namaku. Life sucks, fairytale's better. Lagi-lagi penolakan. Solo, kamu tega sekali. Ya Allah, Aku sangat ingin. Lagi? Dan teman-temanku pun sama. Hanya ada satu yang diterima. Itupun dia tolak. Dia tidak mau di Solo karena orang tuanya tidak ingin dia terlalu jauh. Damn. Aku di sini, sangat membutuhkan itu. Dan kamu di sana, melepasnya. That's life, ridiculous. SM UNS bagiku adalah kesempatan terakhir untuk tahun ini. And, it's gone. Semangat datang untukku. Banyak teman-teman menyemangati. Hanya sebagian kecil yang tahu bahwa UNS adalah impianku (yang akan terwujud). Sedih. Aku memberitahukan pada orang tuaku. Mereka bilang bahwa tidak masalah kegagalan datang lagi padaku. Tidak masalah. Mereka tidak menekanku aku harus kuliah ini-itu. Mereka juga bilang bahwa tidak masalah jika rejekiku ada di tahun depan. Namun bukan berarti mereka mendoakanku tidak kuliah tahun ini. Kata Ibu, jangan berkecil hati. Waktuku masih panjang. Kuliah tahun depan? Tidak masalah jika aku tahu apa yang harus aku lakukan.
Tidak ada salahnya menunda satu tahun kuliah.  Asalkan kamu tahu apa yang harus kamu lakukan selama satu tahun ke depan.
Aku tidak dapat membendung air mata. Itu keluar begitu saja. Aku bercerita Si A sudah di kampus ini, Si B sudah dapat kos-kosan, dan Si C Si D. Aku bagaimana? Lalu Ibu berkata, "Dek, rejeki udah ada yang ngatur. Itu ada di sini, itu ada di sana silahkan saja. Kamu jangan iri. Mamah papah kan nggak maksa-maksa kamu harus kuliah tahun ini. Masih ada jalan, nak. Tidak apa-apa kamu mendaftar jurusan itu lagi. Mamah juga takut kamu menyesal nanti kalau jurusan yang kamu ambil tidak sesuai."
Ya sudah. Aku terkadang lupa bagaimana rasa penolakan itu. Terkadang rasa sakitnya menusuk. Aku menangis. Aku sedih. Aku berdoa dengan masih menyisakan kekecewaan dan kemarahan. Namun, diderasnya air mata yang jatuh dan amarah yang berkuasa aku tetap mengatakan Tuhan itu baik dan aku sayang Engkau. Allah itu baik, Aku sayang Allah. Aku tahu, Allah paham betul apa yang aku butuhkan dan bukan apa yang aku inginkan. Everything will be fine. -o-

Kamis, 28 Juli 2016

Keberuntungan : Ditunggu atau Diusahakan? (Bagian 1)

Halo kalian. Selamat apapun waktu kalian di sana ketika sedang membaca tulisan ini. Kali ini aku ingin sedikit bercerita tentang penolakan, tentang atmosfer di sekelilingku yang semakin menggila, dan tentang bagaimana ini dapat mengubah hidupku meski sedikit. Hidupku yang sedang mengharapkan banyak keberuntungan ini.


Lelah. Kata yang pantas menggambarkan kondisi saat ini. Mengapa? Tahun ini adalah awal dari sebuah akhir. Aku lulus SMA. Bersyukur sekali dengan apa yang telah Tuhan beri. Beberapa hari setelah kelulusan, aku dihadapkan dengan pengumuman hasil seleksi jalur SNMPTN. Dimana kita tidak perlu mengikuti ujian tertulis. Tidak lolos. Ya, aku tidak lolos. Bukan hanya aku. Banyak teman-teman terdekatku sama sepertiku.Kita tidak gagal hanya saja kita belum lolos. Ada satu diantara teman dekatku lolos seleksi itu. Iri? Tentu saja tidak. Aku ikut merayakan. Atau mungkin belum iri? Nanti dulu. Seperti kapal di laut lepas. Tidak ada badai atau tsunami. Tenang, namun tetap saja airnya dapat menggerakkan kapal. Seperti itulah aku menghadapi penolakan pertama ini. Marah pada Tuhan tentu saja tidak mungkin. Tuhan telah memberikan aku kesempatan mengikuti seleksi ini. Sebagian temanku malah tidak dapat mengikuti seleksi ini.

Akhirnya aku mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksi yang kedua. SBMPTN dengan tes dan membayar uang pendaftaran. Tes. Iya, aku harus mengikti tes itu. Persaingan yang ketat mendorongku untuk terus belajar dan aku mulai mengikuti bimbingan belajar. Aku akui aku memang malas untuk hal itu. Inikah rencana Tuhan? Karena Dia tahu aku malas, dia memberiku kesempatan pada seleksi kedua ini agar aku tidak bermalasan. Kulakukan semua dengan senang hati dan penuh harap bahwa ilmu yang kudapat akan membantuku di seleksi nanti. Untuk ini semua, aku bersyukur.
Bersyukurlah. Karena apapun yang kita syukuri akan berlipat ganda
Satu bulan lamanya aku belajar. Tersisa dua hari lagi sebelum seleksi bersama masuk perguruan tinggi akan berlangsung. Setiap hari kurapalkan doa pada Tuhan. Tentu saja agar aku siap dengan apa yang akan aku hadapi esok. Saking banyaknya keinginanku, aku sering tidak tahu apa yang harus aku sematkan dalam doa. Dan tibalah saat tes itu berlangsung. Aku usahakan agar bangun pagi sekali untuk sholat agar segalanya menjadi ringan. Aku berangkat dengan penuh kesiapan, penuh doa, dan penuh harap. Tes selesai. Semua lancar meski beberapa soal tidak bisa aku jawab. Then, what's next? Menunggu hasilnya yang lamanya kira-kira satu bulan. Lama ya teman-teman tapi aku senang. Bulan depan adalah Bulan Ramadhan. Dimana setiap amalan baik akan dilipat gandakan, keberkahan selalu menyelimuti, dan satu yang utama adalah doa orang berpuasa yang diijabah oleh-Nya. Aku gunakan kesempatan ini untuk merapal doa setiap hari untuk hasil seleksi bersama itu. Hasil yang terbaik untuk semuanya, bukan hanya untuk diriku.
Malam itu, aku menyiapkan hati. Sholat dan bacaan ayat dari kitab suci menghidupkanku. Siapkah diri ini melihat hasilnya besok? Apakah siap hati ini dengan kenyataan yang akan aku hadapi? Lebih tenang hati ini ketika aku mulai membaca ayat-ayat Nya. Aku berhenti karena pegal duduk dan merunduk selama beberapa jam. Aku mulai berdoa di atas kasur. Dan tiba-tiba semuanya gelap.

Esoknya, aku memulai aktivitas seperti biasa. Tidak terasa. Nah, pengumuman beberapa jam lagi. Sejak pagi, istighfar selalu aku rapal agar jantung ini tidak mencuat keluar sewaktu-waktu. Mencoba tenang. Hanya berhasil dalam hitungan menit saja. Aku mulai membuka website SBMPTN lewat ponsel. Di situ tertulis sekitar empat menit lagi akan diumumkan hasilnya. Siang itu panas dan aku haus. Aku ingin membuat peach tea. Setelah membuat itu aku kembali pada ponselku. Sudah waktunya, batinku. "Bella Nanda Larashati". Lalu aku ketik nomor pendaftaranku dengan hati-hati dan berulang kali memastikan bahwa itu benar. "Submit". Berulang kali aku mengalami server error. Ku coba lagi dan lagi. "Submit". Kata pertama yang aku baca adalah permohonan maaf. Aku tidak mau membacanya lagi. Sudah pasti aku tidak lolos. Lagi? Ya Allah, aku tidak lolos lagi? Terhenyak. Terdiam. Hal pertama yang aku lakukan adalah bercermin dan menyisir rambutku. Entahlah, itu reflek saja. Kemudian aku memberitahu Ayah.
"Yah, Pah. Maaf, adek nggak lolos SBM."
"Masak sih dek? Semuanya nggak lolos?", tanya Ayah
"Iya Pah. Semua. Ini Pah kalo mau liat.", Aku sodorkan ponselku. Dan terlihat jelas raut wajah kesedihan Ayah. "Ya udah. Nggak apa-apa, besok coba lagi. Sana, telfon Mamah.", Saat itu Ibu sedang bekerja di luar kota.
"Iya Pah.", Hati ini menjerit. Ayah, aku minta maaf. Kali ini memang belum. Tunggulah, Ayah.

Sebelum memberitahu Ibu, aku memberitahu pada teman-teman dekatku. Seperti biasa. Melow dan Klise. Kata-kata semangat, doa, dan apapun itu yang membuat aku terlihat baik kembali dan memang mampu menerima semua ini. Namun, terimakasih untuk kalimat-kalimat penenang dan penyemangat itu teman-teman. Geulis, Arina, Afan, Rani, Aron, Nawang, Caca, dan yang lain. Mereka sama-sama belum lolos SBMPTN. Tapi usahanya untuk saling menyemangati patut diacungi jempol. Kecuali Arina, Ia lolos SNMPTN.Tapi dia ikut merasakan kesedihan kami.

Aku mencari nomor kontak Ibu. Tersambung.
"Mah, Assalamualaikum."
"Walaikumsalam nak, piye? Ada apa?", Seperti biasa. Ibuku yang periang.
"Mah, adek nggak ketrima SBM.", Hening.
"Kok bisa, nak? Udah bilang papah?",
"Ya mana adek tau kenapa, Mah. Belum rejekinya, maafin adek Mah. Adek udah bilang papah kok Mah."
"Terus gimana?", ada nada kesedihan di sana. Namun Ibu adalah artis terhebat. Ia mampu berekspresi apapun meski di luar suasana hati yang sebenarnya.
"Masih ada seleksi mandiri, Mah. Nanti adek coba daftar lagi ya. Tapi nunggu Mamah pulang aja deh."
"Iya nak. Pokoknya kamu, anak mamah jangan berkecil hati. Masih banyak jalan, nak. Banyak. Masih banyak waktu. Bukan berarti yang nggak ketrima itu bodoh, itu nasib. Mereka udah disediakan tempatnya,nak.", Kata Ibu.
"Iya Mah. Adek nggak apa-apa kok. Ya udah Mah. Pulsa adek abis nanti, hahahaha."
"Ah kamu tu kebiasaan. Ya sudah, jangan berkecil hati, ya. Inget.", telepon terputus. Masih pukul satu lebih empat puluh menit. Buka puasa juga masih lama. Aku melirik Ayah. Air mukanya masih sedih. Aku harus kuat. Kuat menahan sesuatu yang memaksa keluar dari mataku hingga berbuka nanti.
Sedihnya karena sesuatu yang telah lama didambakan pergi dari genggaman, 
mengalahkan segala macam kegembiraan pada saat itu.

Setelah berbuka, aku bersiap shalat maghrib. Aku wudhu, lama. Karena harus membereskan mata sembabku. Setelah shalat, aku membuka BBM. Banyak diantara teman-temanku membuat status. Entah itu tentang keberhasilannya, kesamaan nasib denganku, atau quotes tentang apapun yang sedang terjadi saat itu. Aku membuka beberapa Group Chat di beberapa tempat. BBM, Line, dan Whatsapp. Isi dari chat ya tentu saja menanyakan "Gimana SBMPTN? Lolos?" Hah ampun deh. Ada satu diantara banyak itu. Aku tidak menyalahkannya. Dia memang sedang berbahagia mendapatkan universitas. Dia memulai dengan cerita kostnya, makanan di kota rantaunya, atau kalimat semangat yang basi dilontarkannya. Lain suasana di BBM Group Chat. Aku sama sekali tidak menunjukkan kesedihanku. Kita chatting seperti biasa. Ingin menunjukkannya namun aku merasa tidak ada gunanya. Aku buka timeline update BBM. 
"Alhamdulillah UNS."
"Ya Allah makasih, besok ke Jogja sekalian cari kost. Semoga ibu kost ngga galak."
"Solo *highfive*"
"Yah, pisah sama temen-temen. Jogja lah, Magelang lah, Aku di Solo.."
Solo. UNS. Dua hal yang menjadi impianku. CIta-citaku. Iri. Aku iri. Bisakah kalian diam? Ya, kalian sedang bahagia memang. Namun bisakah kalian tidak pamer dengan gaya mengeluh macam itu?
Aku tutup ponselku. Naik ke kasur. Memeluk guling. Basah. -o- 

Keabsahan Alat Bukti Elektronik dalam Undang-Undang

KEABSAAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2008                                                 Oleh: M Bagus Boy Sa...